Skip to main content

mikir...

langsung aja.. here goes :


1. Gue gak pernah ngerti sama diri gue sendiri kenapa terkadang sebuah hal yang (kayaknya) kecil bisa begitu jadi besar buat gue. Bisa ngebuat gue kecewa, dan gue gak pernah ngerti kenapa kekecewaan ini bisa berubah seperti kanker yang menyebar dan menggerogoti perasaan gue sendiri… lama-lama ngebunuh dari dalam… dan mati. Gue gak pernah mengerti bagaimana harus mensiasati ini. Gue gak pernah ngerti kenapa buat gue, what has done yah done.. the damage has been done, and nothing we can do about it. There is absolutely nothing we can do about it. Kenapa? Kenapa gue gak bisa membuat semua ini seolah gak nampak, dan jalan terus. Kenapa? Kenapa? Kenapa gue harus membuat semua hal sempurna? Mungkin ini kutukan sekaligus berkah menjadi seorang perfeksionis… atau menjadi orang yang tak pernah puas?


2. Kalau yang namanya kesempurnaan itu gak ada, dan kita terus mengejar kesempurnaan, apa gue berarti mengejar sesuatu yang tidak ada? Dan kalau yang namanya memaafkan itu berarti melupakan, bagaimana cara melupakan sesuatu yang telah kita maafkan? Bahkan jika hal tersebut tidak seharusnya terjadi?


3. Gue sangat kagum bagaimana sebuah kejadian bisa terjadi. Katakanlah begini, jika seseorang menikah karena kenalan di facebook, bagaimana jika facebook tidak diciptakan? Bagaimana jika komputer tidak diciptakan? Bagaimana jika Bill Gates pada waktu itu meneruskan kuliahnya di Harvard Law dan melupakan mimpinya untuk membuat personal computer? Maka komputer (windows) tidak akan ada, facebook tidak punya wadah, dan dua orang ini tidak akan kenalan. Mereka mungkin akan menikah dengan orang lain, dan cerita hidup mereka akan completely berbeda, anak-anak yang berbeda, nasib yang berbeda. Setiap elemen-elemen dalam semesta ini mempertemukan kita ke jalan yang kita ambil. Apa ini semua sudah diatur, atau kita membuat ilusi bahwa sesungguhnya kita bisa mengatur ini? Apakah, perpisahan juga sudah diatur rapi? Ya, itu pertanyaannya, jika pertemuan seseorang direncanakan oleh “nasib” apakah perpisahan juga seperti itu? Dan jika iya, siapa yang bisa disalahkan?


4. Bagaimana kita tahu apa yang pilih itu “benar”? Bagaimana kita tahu apakah kita akan bahagia dengan pilihan kita. Aksi kita. Konsekuensi kita. Relativisme dalam contoh yang paling sempurna. Filsafat katanya bisa membantu kita memecahkan permasalahan-permasalahan dalam hidup, tapi yang ada justru pertanyaan satu mengikuti pertanyaan lain.

Comments

  1. 1.gk ada manusia yang sempurna dan manusia terbaik adalah yang tidak mengejar kesempurnaan tapi mengejar keinginan yang mungkin untuknya, cuman manusia serakah yang ngejar kesempurnaan

    2.kalau kita disakiti lalu memberi maaf itu seperti tembok; ibaratkan tembok itu hati lo dan paku itu adalah hal yang membuat lo sakit hati, kalo ada yang memalunya ke hati lo itu bakal sakit dan ketika ia minta maaf bakal tersisa lobang dihati lo; makannya jangan suka menyakiti orang ^_^
    3.kalau di agama islam ada qodo sama qodar keduannya adalah satu yaitu takdir , ada takdir yang bisa kita ubah dan ada takdir yang sudah pasti terjadi.


    4.filsafat itu bukan cara yang tepat untuk mencari jawaban, semua jawaban yang lo butuhin ada dihati lo ^_^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Death.

Hello November.. Hello Rain.. Hello November Rain~ Here goes! hm... coba kita pikir dengan yg namanya "KEMATIAN" .. well jujur aja gue setiap hari gue selalu merasa bahwa "KEMATIAN" itu masih lama... "Meen, gue masih 12 tahun, gue gak mungkin kenapa-kenapa! Orang jarang ada meninggal umur 12 tahun. Gue bakal mati karena tua.” yap... mungkin aja lo pernah ngerasa begitu... you are not invicible. It could be you. Umur gak ada yang tahu. Kadang gue ngerasa, kematian adalah topik yang sensitif untuk kita. Sesuatu yang “ada” tapi selalu kita deny keberadaannya. Living is constant denying for death. Kita hidup di dunia ini seolah-olah kematian tidak exist. Kita makan, kita bercanda, kita karaoke, kita jatuh cinta. We forget about death. We are too busy with our distraction. But it is there... And, mungkin gue suatu hari bakalan mati, tapi gue pengen ngebuat sesuatu yang enggak bakal mati. Katanya Chuck Palahniuk, “The goal is not to life forever